09 Agustus 2017
oleh: Prawito
Kejar dead line, terkadàng bisa membuat kita kreatif menuntaskan pekerjaan. Banyak ide muncul seketika yang aplikatif dan solitif tak terduga. Hanya saja tak semua orang mampu mencermati dan menghayati setiap peristiwa kreatif itu sebagai solusi.
Nah, suatu pagi yang full aktivitas pribadi, tim kecil dan tim besar berbarengan dan terkadang beririsan. Bila tak mampu mengatur secara lahir dan batin akan terjadi tubrukan perasaan dan pikiran. Akibatnya stress dan marah marah ngak karuan.
Setelah subuh kamar 412 KKHI Makkah sudah berdenyut sejak sebelum azan subuh berkumandang. Disana ada penghuni bernama wito, latu, nana dan suri. Nama ke tiga dan ke empat juga berkelamin sama, pria semua.
Solu, Solu, Solu, kata saya. Sudah kesepakatan untuk membangunkan shalat subuh. Agar tak tertidur lagi, ucapan solu diiringi dengan pukulan lembut pada kaki, sehingga seluruh penghuni segera bangun untuk shalat.
Semua bergegas menuju masjid shalat subuh berjamaah. Setelah itu ada yang berbaring, bikin teh manis, bikin laporan, tapi saya pilih mencuci pakaian, karena sudah merendam sejak tengah malam sebelum tidur.
Semua penghuni KKHI Makkah yang berjumlah ratusan orang itu punya jenis pakaian yang sama, karena diseragamkan. Atasan putih dan bawahan hitam dengan model yang sama pula.
Maklum seragam, yang membedakan hanya ukuran besar kecil dan nama pada masing masing pakaian. Kalau tak ada nama, pastinya banyak akan tertukar, apalagi ukuran besarnya sama. Bisa salah bawa, salah pakai dan salah cuci, he he he…
Untuk salah cuci, kok bisa, begimana ceritanya, disinilah letak uniknya sebuah cerita. Yang kelihatannya aneh, tapi nyata. Nah, lho….
Setelah merasa punya simpanan rendaman cucian, setelah subuh langsung kamar mandi mencuci. Satu persatu pakaian dikeluarkan dari ember langsung sikat, tak curiga pakaian siapa. Maklum, waktu mencuci tak gunakan kaca mata. Jadi tak mampu baca nama baju siapa yang di cuci. Sekilas info Plus 2.5
Kebetulan, dalam kamar mandi ada dua ember rendeman. Menjelang akhir menyikat seluruh pakaian dalam ember tersebut, terangkat celana panjang putih. Nah, kok celana panjang putih ada dalam ember ? Wah jelas salah cuci pakaian dalam ember. Ternyata, pakaian satu ember penuh, yang saya cuci itu punya Latu.
Tanggung, pikir saya. Akhirnya pakaian Latu saya selesaikan sampai tuntas, baru menyelesaikan satu ember lagi punyanya sendiri. Semoga Latu, berkenan pakaiannya tercuci . Selanjutnya, tinggal menjemurnya. Batin, saya.
Karena saya akan segera pergi melakukan penyuluhan kesehatan haji di sektor 5, apalagi sudah ada berita lewat wa di tunggu di P1 jam 08.00. Saat ini sudah pukul 08.10.
Saya bilang, Bang Latu itu rendeman sudah terlanjur kecuci, salah cuci, silahkan jemur sendiri, saya buru buru, sudah ditunggu jemputan. Siap,…terima kasih, katanya setengah sadar. Maklum nyawanya belum kumpul baru bangun.
Saya salah mencuci pakaian Bang Latu. Apakah saya salah ? Bisa ya, bisa tidak. Tapi, saya pribadi pilih tidak menyalahkan. Karena menyalahkan itu mudah, apalagi menyalahan orang lain, tapi mencari hikmah dibalik peristiwa itu lebih susah. Sekalipun susah, tetap carilah hikmah itu.
Saya mencoba mencari hikmah mengapa salah cuci pakaian. Mungkin itu cara Allah mengajari saya, bagaimana berbuat baik dengan teman dan saudaranya sendiri satu kamar.
Jujur, sebelumnya tak ada rencana, keinginan untuk mencucikan pakaian Bang Latu. Ternyata Allah ajarkan dengan cara itu, salah cuci.
Ah, sudah terlalu panjang, capek ngetiknya, apalagi cuma pakai gadget, salah typo, maaf ya..
Oh, ya..cucian tadi sudah kering, angkat dulu, takut terlalu kering, maklum Saudi terlalu panas untuk mengeringkan jemuran pakaian. Bersambung….
Oleh Dede Lukman
Presiden RI Joko Widodo kalau hadir di acara kesehatan sering menggembor-gemborkan bawa anak ke Pos Pelayanan Terpadu atau kita sering bilang Posyandu. Apalagi sekarang Kementerian Kesehatan RI telah memfokuskan target kesehatan yang harus dicapai di 2019 adalah pada penurunan stunting, serta perbaikan kualitas dan cakupan imunisasi.
Sebenarnya ada satu lagi, yaitu eliminasi tuberculosis (TBC), cuma itu gak bakal dibahas karena TBC tidak termasuk dalam Posyandu.
Presiden makin menjadi-jadi nih dalam menggenjot masyarakat untuk bawa anak mereka ke Posyandu. Sebelum bahas Posyandu, terlebih dahulu saya akan bahas kenapa stunting dan imunisasi, menjadi target perbaikan kesehatan di 2019.
Okay, poinnya adalah dua target di atas merupakan masalah kesehatan yang harus dibenahi dengan segera di Indonesia. Mari kita buktikan.
Pertama, Stunting, banyak faktor yang menyebabkan stunting, di antaranya dari faktor ibu yang kurang nutrisi di masa remajanya, masa kehamilan, pada masa menyusui, dan infeksi pada ibu.
Faktor lainnya berupa kualitas pangan, yakni rendahnya asupan vitamin dan mineral, buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani, dan faktor lain seperti ekonomi, pendidikan, infrastruktur, budaya, dan lingkungan.
Pada 2010, WHO membatasi masalah stunting di setiap negara, provinsi, dan kabupaten sebesar 20%. Sementara itu berdasarkan Pemantauan Status Gizi 2015-2016, prevalensi Balita stunting di Indonesia dari 34 provinsi hanya ada 2 provinsi yang berada di bawah batasan WHO tersebut, yakni Yogyakarta (19,8%) dan Bali (19,1%).
Untuk mengatasi hal tersebut, perlu intervensi spesifik gizi pada remaja, ibu hamil, bayi 0-6 bulan dan ibu, bayi 7-24 bulan dan ibu. Selain itu diperlukan juga intervensi sensitif gizi seperti peningkatan ekonomi keluarga, program keluarga harapan, program akses air bersih dan sanitasi, program edukasi gizi, akses pendidikan, dan pembangunan infrastruktur.
Selanjutnya soal Imunisasi, kejadian luar biasa difteri dan campak yang baru-baru ini terjadi membuat pemerintah harus kembali menganalisa terkait cakupan imunisasi yang telah dilakukan, mutu, dan kualitas vaksin yang ada, serta kekuatan surveilans di berbagai daerah.
Namun demikian, cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia pada 2015 hingga 2017 mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, pada 2015 cakupan imunisasi secara nasional mencapai 86,5%, pada 2016 mencapai 91,6%, dan pada 2017 mencapai 92,4%.
Usulan penajaman program penting dilakukan, yaitu berupa peningkatan cakupan imunisasi, edukasi kepada masyarakat dan advokasi pada pimpinan wilayah, dan membangun sistem surveilans yang kuat untuk deteksi kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Data di atas mengharuskan para orangtua membawa anak ke Posyandu. Sebab dengan datang dan memeriksakan anaknya ke petugas di Posyandu, status gizi dan imunisasi anak bisa terpantau. Dengan begitu jumlah anak sehat akan banyak, mereka bisa berpendidikan mencapai cita-citanya, dan siapa tahu bisa jadi presiden.