Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH menyampaikan himbauan tips mudik sehat dan aman bagi para pengemudi dan penumpang mudik tahun 2011/1432 H.
Untuk pengemudi, Menkes mengingatkan untuk menyiapkan fisik yang prima dan memeriksa kesehatan sebelum mengemudi; menghindari penggunaan obat keras dan minuman beralkohol; bila sakit di perjalanan manfaatkan pos kesehatan; serta menyiapkan obat-obatan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
Sementara untuk penumpang, selain menyiapkan fisik yang prima Menkes menghimbau untuk memeriksa kesehatan sebelum berangkat; membawa makanan dan minuman yang cukup; hati-hati dan menghindari makanan dan minuman pemberian orang tidak dikenal; menyiapkan obat-obatan pribadi; istirahat yang cukup dalam perjalanan; bila sakit di perjalanan manfaatkan pos kesehatan dan jangan membuang sampah sembarangan.
“Semoga anda selamat sampai tujuan. Selamat Idul Fitri 1432 H, mohon maaf lahir dan bathin”
Salah satu tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di fasilitas kesehatan tingkat pertama adalah pengaturan pengelolaan dana di fasilitas kesehatan. khususnya pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah Daerah.
Hal tersebut menjadi salah satu pembahasan yang mengemuka dalam Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) dan Rapat Koordinasi Kesehatan (Rakorkes) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 di Batam (11/8), Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, menyatakan bahwa hal telah disikapi Pemerintah melalui penerbitan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2014 tentang Pengelolaan Dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik Pemerintah Daerah, yang menyatakan bahwa dana pelayanan kesehatan yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan bertujuan untuk membiayai pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta, terutama untuk biaya operasional dan jasa pelayanan kesehatan.
“Peraturan Presiden ini mengamanatkan bahwa Puskesmas dapat menggunakan langsung Dana Kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku”, ujar Menkes.
Secara garis besar pengelolaan dana kapitasi di faskes tingkat pertama dimanfaatkan seluruhnya untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Jasa pelayanan kesehatan ditetapkan sekurang-kurangnya 60% dari total penerimaan dana kapitasi JKN, meliputi jasa pelayanan kesehatan perorangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. Sedangkan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan meliputi biaya obat, alat kesehatan, bahan medis habis pakai, dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya. Jasa pelayanan merupakan salah satu bentuk penghargaan atau apresiasi kepada SDM di fasilitas kesehatan yang telah memberikan pelayanan kesehatan, baik secara langsung (tenaga kesehatan) maupun secara tidak langsung (tenaga non kesehatan).
“Sudah saatnya jasa pelayanan kesehatan diberikan dalam tatanan yang lebih baik agar mendorong pemberian pelayanan kesehatan semakin lebih baik”, tutur Menkes.
Sementara itu, tantangan yang dihadapi fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut masih berkisar pada penerapan pola pembayaran Ina-CBG’s yang terkadang belum dipahami secara utuh oleh seluruh jajaran direksi rumah sakit dan para dokter atau klinisi. Dalam implementasi pola pembayaran Ina-CBG’s perlu disikapi oleh rumah sakit dengan cara pandang yang berbeda dengan pola pembayaran fee for services sebagaimana dulu rumah sakit mendapatkan pembayaran sebelum era JKN. Tarif Ina-CBG’s berupa tarif paket dan penerapannya bertujuan untuk mengendalikan pembiayaan kesehatan di rumah sakit. Rumah sakit, mau tidak mau perlu melakukan perubahan agar tidak mengalami defisit dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan pola pembayaran Ina-CBG’s.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan email [email protected].
Menkes Nila F. Moeloek mengumumkan hasil investigasi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di RS Siloam Karawaci, Tangerang terkait Buvanest Spinal, (23/3). Hasil investigasi yang dilakukan Tim Penanganan Kejadian Sentinel Serius (KSS) menyatakan bahwa penyebab meninggalnya 2 pasien di RS Siloam Karawaci adalah zat yang disuntikkan saat dilakukan anestesi spinal.
Hasil investigasi sejauh ini tidak dijumpai penyimpangan standar profesi; Aktivitas pengelolaan dan penyerahan obat. Pada kasus ini tidak bermasalah karena telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku di RS; Kekeliruan ada dalam isi ampul dengan label buvanest 0,5 % heavy 4 ml yang isinya adalah Asam Traneksamat 5 ml.
Dalam kasus ini, Kemenkes dan Badan POM telah melakukan tindakan regulatori kepada RS Siloam Karawaci dan PT. Kalbe Farma selaku produsen maupun di PT. Enseval Mega Trading selaku distributor.
Kemenkes telah memberi teguran tertulis kepada RS Siloam Karawaci, Tangerang, karena dalam kasus ini tidak segera melaporkan kejadian tersebut secara resmi kepada Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan. Selanjutnya, Kemenkes mendorong Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) dan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten Kota untuk lebih aktif melakukan pembinaan dan pengawasan RS dan mendorong Badan POM untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada PT.Kalbe Farma, Tbk dalam hal Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) agar kasus ini tidak terulang.
Sementara itu, Badan POM telah membatalkan Izin Edar Obat Buvanest Spinal 0,5% Heavy Injeksi. Konsekuensinya, PT. Kalbe Farma harus memusnahkan semua persediaan obat yang ada dalam penguasaannya. Pada tanggal 3-5 Maret Badan POM melakukan inspeksi sistemik ke Industri Farmasi PT. Kalbe Farma, tbk untuk menilai penerapan sistem mutu secara menyeluruh. Berdasarkan hasil audit sistemik ini diputuskan seluruh produk yang belum didistribukan harus dilakukan uji. Sementara bagi produk yang sudah diedarkan harus ditarik dari peredaran dan dilakukan hal yang sama.
Investigasi terhadap kasus ini dilakukan oleh Tim Penanganan KSS. Tim terdiri dari unsur Kemenkes, BPOM, BPRS, Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) serta wakil-wakil pakar dari organisasi profesi kedokteran terkait (POGI dan PERDATIN). Tim ini bertugas antara lain melakukan klarifikasi kasus sentinel serius akibat penggunaan obat Buvanest Spinal 0,5 % Heavy secara komprehensif dan menyeluruh.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id dan email [email protected].
Jakarta, 13 November 2015
Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K) canangkan Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (Gema Cermat) saat membuka pameran pembangunan kesehatan Nasional tahun 2015 di Jakarta, JIExpo Kemayoran. Jakarta, Jum’at (13/11).
Gerakan ini bertujuan meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penggunaan obat secara benar. Selain itu juga meningkatkan kemandirian dan perubahan perilaku masyarakat dalam memilih, mendapatkan, menggunakan, menyimpan dan membuang obat secara benar dan meningkatkan penggunaan obat secara rasional
Pada kesempatan terpisah Menkes mengatakan, melalui Gema Cermat, pemerintah bersama masyarakat berupaya mewujudkan kepedulian, kesadaran, pemahaman dan keterampilan dalam menggunakan obat secara tepat dan benar.
“Kami ingin masyarakat menggunakan obat secara rasional. Minimal, dengan tidak menggunakan obat antibiotik tanpa resep dokter”,imbuh Menkes.
Menkes melanjutkan, kurangnya pemahaman masyarakat dan informasi dari tenaga kesehatan menyebabkan masyarakat menggunakan antibiotik tanpa supervisi tenaga kesehatan. Persepsi masyarakat salah dan banyaknya masyarakat yang membeli antibiotik secara bebas tanpa resep dokter dapat memicu terjadinya masalah resistensi antibiotik.
Penjualan Obat Bebas
Penggunaan obat bebas secara berlebihan (over dosis), kejadian efek samping maupun interaksi obat atau penyalahgunaan obat, seringkali terjadi pada masyarakat sehingga dapat menyebabkan masalah kesehatan baru. Informasi obat yang tercantum pada kemasan obat, sering tidak diperhatikan dan dipahami dengan baik oleh masyarakat.
Selain itu, kasus penjualan kembali obat dari limbah rumah tangga yang pernah terjadi di DKI Jakarta disebabkan karena masyarakat belum memahami cara penyimpanan dan pembuangan obat secara benar di rumah tangga.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa 35,2% rumah tangga menyimpan obat untuk swamedikasi. Dari 35,2% rumah tangga yang menyimpan obat, 35,7% diantaranya menyimpan obat keras dan antibiotika 27,8% di antaranya menyimpan antibiotik, dan 86,1% antibiotik tersebut diperoleh tanpa resep.
Dalam kesempatan yang sama Sesjen Kemenkes, dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes mengatakan, Kemenkes juga akan melakukan intervensi kepada kurikulum pendidikan dan sosialisasi di fasilitas kesehatan.
“Karena di fasilitas kesehatan bukan hanya pada dokter saja, tapi ada perawat ada yang juga ikut memberikan pelayanan kesehatan. Nah ini juga kita bangun pengertiannya, jadi ada tanggung jawab pada bidan dan perawat. ketika dia menggunakan obat, gunakanlah secara baik, sesuai dengan aturan” ujar dr. Untung.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 1500-567; SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, dan alamat email [email protected].
Kepala Pusat Komunikasi Publik
drg. Murti Utami, MPH
NIP196605081992032003
Peluncuran Kampanye “Every Last Child-Berpihak Pada Anak” oleh Menkes…