Fenomena gerhana matahari total yang terjadi hari ini menyedot perhatian sebagian besar masyarakat Indonesia. Bahkan daerah dengan lokasi terbaik untuk menikmati gerhana mengemas fenomena ini menjadi wisata. Peristiwa langka ini terjadi akibat bulan berada tepat diantara bumi dan matahari, sehingga matahari terhalang oleh bulan dan bayangannya jika dilihat dari bumi.
Saat gerhana matahari total berlangsung, mata relatif aman melihat kearah matahari, tetapi melihat matahari sebelum dan segera setelah gerhana mencapai fase total, sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan kerusakan retina. Demikian disampaikan Dr. dr. Lutfah Rif’ati, Sp.M, peneliti Badan Litbangkes yang juga berprofesi sebagai dokter mata.
Saat terjadi gerhana, matahari memancarkan radiasi inframerah yang memberikan efek panas pada mata; radiasi ultraviolet (UV), dan blue light (cahaya biru) yang berlebihan. Efek panas inframerah terjadi seperti ketika kita fokuskan matahari dengan lensa pembesar diatas kertas. Seperti kertas, mata kita pun dapat terbakar jika melihat cahaya matahari menggunakan alat bantu yang tidak tepat, tutur Lutfah.
Lebih lanjut Lutfah mengungkap, risiko yang paling sedikit dipahami dengan baik adalah dampak dari radiasi cahaya biru, yang terlibat dalam kerusakan biokimia pada sel reseptor dan lingkungannya dalam jaringan saraf sensitif mata. Terlalu banyak terpapar cahaya biru, terlalu banyak radiasi sinar UV, dan terlalu banyak radiasi panas inframerah dari matahari dapat menimbulkan kerusakan mata yang tidak dapat dipulihkan.
Lutfah berpesan, paling aman melihat gerhana matahari total adalah dari pantulan bayangan gerhana matahari melalui permukaan air, tetapi ada pula yang menyatakan melihat pantulan dari permukaan air masih berbahaya untuk mata. Jika tetap ingin melihat langsung gerhana matahari, hanya pada fase total, saat seluruh sinar matahari tertutup bayangan bulan. Menatap langsung gerhana matahari sebelum dan sesudah fase total tanpa alat pelindung mata, sangat berbahaya, pungkasnya. (DW)
Madinah, 7 Agustus 2017
oleh Prawito
Setiap detik, menit, jam, hari, minggu dan bulan, kami menatap, merawat dan merapatkanya untuk memberi seperti yang kami ingini. Tapi bukan berarti tanpa kekurangan dan kelemahan, karena kami hanya manusia biasa, bukan siapa-siapa, yang banyak salah, bodoh dan kadang juga roboh. Tak kuasa menahan beban, tanggung jawab, amanah yang maha berat, ketika harus mempertanggung jawabkan kehadapanMu.
Itulah sebabnya, kami selalu berdoa, lindungi kami, bimbing dan tujuki jalan kami, kepada jalanMu yang lurus, jalannya orang yang engkau ridhoi dan jalan yang Engkau berkahi. Amin,… kabulkan permohonan hambaMu yang lemah ini…
Hari mulai gelap, azan magrib berkumandang, satu persatu pasien risti jemaah haji datang silih berganti, memenuhi Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI). Ya… Allah, ini sakit apa lagi, bisik seorang dokter IGD KKHI. Wajahnya nampak gusar, tegang dan penuh kekhawatiran, jangan-jangan jemaah berkasus berat lagi. Baru saja selesai, kini telah hadir kembali….
Bukan kami ingin mengeluh, ya…Allah, kami hanyalah manusia biasa, kami bukan siapa-siapa, bukan Nabi atau hambaMu yang mulia lainnya. Kami hanyalah tenaga kesehatan dengan sedikit ilmu dariMu. Sedikit sabarnya, sedikit rasa syukurnya. Sementara yang banyak adalah bodoh, salah dan khilafnya. Ya..Allah, ampuni kami semua….
Kami mencoba untuk mendiagnosa, meresepkan obat dan meminumkannya, selebihnya Engkau Punya Kuasa. Ada yang Engkau sembuhkan, ada pula yang Engkau tunda kesembuhanNya. Ada sebagian yang Engkau panggil karena telah tiba ajalnya. Kami terus berdoa, semoga mereka jemaah haji Indonesia Husnul Khotimah dan menjadi haji yang mabrur…
Kami memberi dengan apa adanya, semampunya, sebaik-baiknya, bahkan yang terbaik yang kami punya, semuanya untuk tamuMu, di rumahMu, atas panggilanMu, yakni jemaah haji yang berduyun-duyun datang dari segala penjuru. Termasuk tenaga kesehatan Indonesia, yang hari ini telah Engkau panggil dan berada didalam rumahMu, mengabdi untuk mencari RidhoMu….
Kami menyapa tamuMu dengan ramah, mengusap dengan penuh perhatian, berbicara dengan bahasa kelembutan, menyuapinya dengan bersusah payah. Merayu, membujuk minum obat, tapi mereka terkadang marah dan muntah. Kami jalani ini semua dengan sabar, penuh perhatian dan tak bosan untuk memberi, memberi dan memberi apa yang ada pada kami…
KKHI, mungkin sebuah rumah singgah, yang kurang Idial bagi jemaah haji yang sakit, dibanding rumah sakit lainnya di Arab Saudi. Tapi paling tidak, inilah usaha maksimal yang kami bisa kerjakan untuk melayani TamuMu, di rumahMu, yang Engkau juga sangat tahu bagaimana kemampuanku.
Kini, kloter demi kloter jemaah haji telah mendarat di tanah haromMu. Mereka melangkah sambil bertalbiah, mengagungkan namaMU, menyambut seruanMu, beribadah, bertakbir, rukuk dan sujud menyembahMu. Mereka dengan susah payah mengumpulkan harta, menunggu masa yang panjang, menata tenaga yang tersisa, karena sudah termakan usia dan menjadi lansia. Mereka tetap bertahan, tak kenal lelah, terkadang lupa dengan kondisi kesehatannya, untuk berjalan dan berlari menuju Arafah yang penuh ampunan.
Entah berapa kali pengeras suara berbunyi setiap hari di KKHI, untuk memanggil dokter atau siapa saja yang diperlukan“ Assalamualaikum, panggilan kepada sifulan segera..,bla, bla, bla…. tabung oksigen tak berfungsi”, keadaan emergency. Maka yang dipanggilpun akan lari tunggang langgang, tak peduli sedang tidur atau apapun lainya. Ia segera bekerja menyelamatkan kebutuhan hidup lanjut seorang jemaah haji.
Ketika malam telah larut, mata juga tak boleh surut. Ia harus tetap terjaga, menatap cermat semua yang dirawat. Mulai selang infus yang tak mengalir, hingga memapah jemaah yang ingin buang air. Itu semua bagian dari ikhtiar manusia biasa, beginilah cara kami belajar memberi, Alhamdulillah semoga semua berjalan lancar. Bersambung,……
Makkah, 25 Agustus 2017
Siapapun, tak terkecuali, direktur utama, dokter, perawat, bidan, sampai sopir dan petugas kebersihan harus mampu menggunakan alat pemadam kebakaran. Sebab, kebakaran tak dapat di duga kapan akan terjadi dan siapa saja yang saat itu berdekatan dengan alat pemadam kebakaran.
Demikian penjelasan Dirut RS Darmais, Prof. Kadir, di Lantai atas Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), seusai melakukan senam pagi bagi petugas kesehatan haji, 25 Agustus 2017, di Makkah.
Lebih lanjut, Prof. Kadir menjelaskan, periksa dulu alat pemadam kebakaran itu, bila warna hijau, berarti bagus, kalau merah berarti kadaluarsa.
Selanjutnya, tarik kawat pengikat, arahkan selang ke arah api, tekan pegas dan semprotkan ke arah api yang membakar gedung atau rumah sakit. Jangan gunakan alat pemadam kebakaran berlawanan dengan arah angin.
Berikutnya, beberapa peserta berlatih memperagakan penggunaan alat pemadam kebakaran, agar lebih paham pengguaanya, bila terjadi kebakaran. Kemudian giliran dr. Nevy Shinta, Sp.P memperagakan alat pemadam kebakaran.
Dia mengikuti panduan penggunaan TATS, tarik, arahkan selang, tekan dan semprotkan ke kobaran api yang membara. “Nah, bagaimana cara padamkan api Asmara”, tanya dr. Nevy. Mendengar pertanyaan tersebut, seluruh peserta dan nara sumber merespon dengan tertawa.